nasikh wal mansukh
(ayat-ayat yang menghapuskan dan dihapuskan)
1. Makna Nasakh
Dalam
al-Quran terdapat ungkapan yang satu sama yang lain terkesan saling berbeda,
contoh surat al-Baqoroh (2) ayat 62 misalnya mengatakan :
62. Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah[57], hari Kemudian dan beramal saleh[58], mereka akan menerima pahala
dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.
Namun surat al-Imran ayat 19
menegaskan bahwa agama disisi Allah adalah Islam. Sebagai upaya memahami ayat
seperti ini didalam Ulumul Quran dibahas mana ayat terdahulu dan mana ayat yang
kemudian.
Makna
naskih secara istilah menurut
para ulama :
Nasaikh
bermakna “izalah (menghilangkan), tabdil (mengganti/ menukar) tahwil
(memalingkan, memindahkan) dan bermakna menukilkan.
Namun
dari arti-arti diatas Nasikh-Mansukh dipahami sebagai “ayat-ayat yang
menghapuskan atau yang membatalkan dan yang dihapuskan atau dibatalkan”
kejadian ini oleh para ahli dihubungkan dengan kekuasaan tuhan untuk
menghapuskan dan menetapkan apa yang dikehendkinya.
Pro kontra para ulama
Terdapat
pro kontra menyangkut adanya nasikh ini, kelompok pertama yang merupakan
pendapat jumhur (mayoritas ulama) termasuk kalang fukoha (ulama fiqih)
berpendapat bahwa nasikh memang ada, seperti dikemukakan dalam al-Quran.
106. Ayat mana
saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah
kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Berdasarkan
ayat itu mereka yakin tentang adanya “ayat yang dihapuskan” dan “yang
dihapuskan” sementara kelompok lain, seperti Abu Muslim Al-Asfani (mufassir
dari golongan muktazilah) mengatakan tidak ada. Dan kelompok inipun berdasarkan
al-Quran yang menyatakan :
42. Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik
dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Menurutnya,
yang ada bukannya nasikh tetapi takhsis. Namun pendapat Abu Muslim al-Asfani
itu dibantah dan dikatakan bahwa nasikh berbeda dengan takhsis, menurut
penentangnya seperti kalangan fukoha takhsis hanya pengecualian perintah atau
ketetapan umum, bukan menghapuskan sebagi contoh surat al-Maidah (5) ayat
38 menegaskan bahwa pencuri laki-laki
atau perempuan harus di potong kedua tangannya, ditakhsis oleh Rosulullah SAW; “tidak
dipotong kecuali dalam jumlah seperempat dinar” (HR muslim) dengan adanya
takhsis ini hukum potong tetap berlaku kepada mereka yang mencuri sedikitnya
seperempat dinar. Adapun nasikh menghapuskan ketetapan hukum tanpa terkecuali.
2. Pendapat-pendapat ulama tentang naskh al-Quran
Sebagian
ulama berpendapat ada tiga cara untuk mengetahui nasikh-mansukh
1. Riwayat
langsung dari Nabi Muhammad SAW.
2. Ijmak,
kesepakatan dikalangan umat tentanng mana yang nasikh dan mana yang mansukh.
3. pengetahuan
tentang sejarah wahyu, mana yang diturunkan terlebih dahulu mana yang
diturunkan kemudian.
Para
ahli mengelompokkan bentuk nasikh dalam beberapa kelompok. Ada nasikh al-Quran
oleh al-Quran, sunnah oleh al-Quran dan
ada yang memperbolehkan nasihk al-Quran oleh sunnah.
Ayat-ayat
nasikh dan manshuh
Tidak
ada kesepakatan tentang jumlah ayat yang nasikh dan yang mansukh, jumlah yang
disebut oleh seorang ahli ullumul Quran Ibnu Salamah (w. 410 H/ 1020 M) dalam
karyanya An-Naskh Wal Mansukh, menyebutkan ada 43 surah yang tidak dapat
dinasikh dan mansukh, ada 6 surat yang nasikh tanpa mansukh dan ada 25 surah
yang nasikh sekaligus mansukh. Namun
menurut assuyuti dalam karyanya “al
–itqan fi ulumul Quran” mencatat
hanya 21 ayat yang dinasikh oleh ayat lain bahkan dikurangi lagi menjadi 19
ayat. Syekh waliyullah ulama besar india menyatakan hanya 5 dari daftar ayat
yang diajukan as-suyuti yang
dianggap bena-benar nasikh.
Para
ulam ahli tahkik telah mempelajari ayat-ayat al-Quran yang dikatakan mamsukhah
oleh sebagian ahli tafsir dan mereka membahasnya dari berbagai jalan hingga
dapatlah mereka membatasi ayat-ayat yang dikatakan mansuhah dalam bilangan yang
kecil dan dapat dikoreksi lagi oeh-ulama-ulama yang kemudian mengurangi lagi
jumlah ayat tersebut yang dikatakan mansukah.
Post a Comment